Sang Pendiri Al- Ikhwan Al-Muslimun
![]() |
| Hasan Al-Banna, KH. Agus Salim dan H. Rasjidi |
"Kita memerangi manusia dengan senjata cinta"
Hasan Al-Banna
Sejarah Al-Ikhwan Al-Muslimun
bukanlah sebatas sejarah individu, negara atau mazhab. Akan tetapi, ia
merupakan sejarah umat yang dimunculkan oleh Allah di pentas dunia dalam salah
satu episode sejarah yang begitu kelam yang menimpa umat islam.
Hasan
Al-Banna atau nama lengkap Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna lahir pada hari
Ahad, 25 Sya’ban 1324 Hijrah, yang bertepatan dengan 14 oktober 1906 di daerah
Dhuba di Mahmudiah, tepatnya di kota Buhairah, Mesir. Dimana masyarakat Mesir
pada saat itu menghadapi banyak gelombang dan arus pemikiran yang dapat
memberikan pengaruh positif dan negatif. Pada zaman tersebut banyak ditemui
terjadinya perubahan, kudeta dan revolusi baik di skala regional maupun
internasional.
Mesir jatuh ditangan penjajah
Inggris pada tahun 1882 M., pada awal abad ke 20 cengkraman para penjajah
semakin kencang dan pengaruh mereka di negeri mesir semakin meluas. Inggris
membatasi kebudayaan, pemerintah, sistem, undang-undang, adat dan kebiasaan
mesir dengan serta merta, yang membuat bangsa Mesir kehilangan identitas
dirinya.
Pada suasana yang penuh dengan
kabut, maka tumbuhlah Imam Al-Banna dan membuka kedua matanya. Ia mulai paham
bahwa negeri dan masyarakat pada saat itu telah dikuasai musuh yang berlaku
sewenang-wenang kepada bangsanya. Dalam buku Tarikh Al- Ikhwan Al-
Muslimun karangan Jum’ah Amin Abdul
Aziz, Hassan Al-Banna pada saat umurnya baru 13 tahun dan pada saat itu
ia masih menjadi seorang murid di Madrasah Al-I’dadiyah (Setingkat SMP)
di tempat kelahirannya. Ia menyerukan ber-sama-sama orang lain “Mencintai tanah
air adalah sebagian dari iman.”
Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna
memulai belajarnya dengan belajar Al-Quran Al-Karim dan kebudayaan Islam,
Beliau tumbuh berkembang secara islami serta tekun menghafal Al-Qur’an. Beliau
telah menguasai berbagai pengetahuan di usia dini yang membuat beliau lulus
ujian masuk Darul Ulum.
Sejak tahun pertama di Darul
Ulum, Hasan Al-Banna telah unggul di kelasnya. Ia menduduki peringkat ke tiga
di antara teman-teman seangkatannya. Hasan Al-Banna tidak mencukupkan diri
dengan apa yang telah dipelajari di bangku kuliah, akan tetapi ia seorang yang
sangat cinta ilmu dan mencari dengan berbagai macam cara. Sering kali ia
mendatangi perpustakaan-perpustakaan para cendekiawan dan ulama pada masa itu.
Tak cukup itu saja, dalam buku Harokah
Al-Ikhwan fi As-Sudan karangan Hasan Maki Muhammad, beliau diceritakan
bahwa beasiswa bulanannya yang ia terima dari Universitas Darul Ulum, dia
gunakan untuk membeli buku-buku. Imam Hasan Al-Banna telah mempelajari dalam
berbagai bidang ilmu. Maka wawasan ilmu keislaman dan sejarah. Dia membaca
karya Al-Ghazali seorang sufi, Fakhruddin Ar-Razi seorang filosof dan Abu Hasan
Al-Asy’ari (pendiri aliran Al-Asy’ariyah), ditambah dengan buku-buku salaf dan
imam-imam sufi. Selain itu ia juga membaca tulisan Rena Descartes, Isac Newton,
Michael seorang Astronom berkebangsaan Inggris dan Herbert Spenser dan
mengambil argumen-argumen mereka.
Selain dibidang intelektual yang
begitu mengagumkan, Imam Al-Banna memilki sifat-sifat kepribadian yang jarang
dimiliki banyak orang. Sifat-sifat kepribadian yang khas dan bakat yang Allah
berikan kepada beliau ini telah menjadikan beliau seorang dai terkemuka pada
abad ke dua puluh. Kepribadian yang luar biasa ini telah menjadikan beliau
sebagai pendiri dan pemimpin sebuah pergerakan Islam terbesar di dunia yang
dikenal dengan nama gerakan Al-Ikhwanul Al-Muslimun. Allah Swt. telah
menganugerahkan kepada beliau tubuh yang kuat agar menghadapi berbagai macam
kekerasan dan rintangan. Beliau hidup dalam kesederhanaan walaupun pandai
mengumpul harta, beliau lebih memprioritaskan dakwah dari pada urusan yang
lain.
Dalam buku Tarikh AL-Ikhwan
Al-Muslimun jilid 1 karangan Jum’ah Amin Abdul Aziz, dikatakan bahwa dakwah
yang beliau lakukan memiliki keistimewaan dibanding lainya, yaitu: Pertama,
wawasan yang universal. Kedua, orientasi kepada kombinasi dan penyelarasan,
bukan kepada disharmoni dan perpecahan. Dan yang ketiga, perhatian terhadap
pembentukan dan pembangunan tarbiyah secara integral. Beliau tidak pernah
membawa ajaran baru yang dianggap aneh. Ia tidak pernah juga melakukan bid’ah
dalam dakwahnya, tapi ia memperbarui perkara lama yang hampir dilupakan dan
ditinggalkan umat manusia setelah sebelumnya menjadikan Al-Qur’an sebagai benda
terlantar. Ia berupaya untuk mengembalikan kebaikan umat ini.
Seperti pepatah mengatakan “semakin
tinggi pohon maka semakin kencang anginnya”. Sehingga ada saja yang tak
suka, berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan dakwahnya dan membubarkan
jama’ahnya (Al-Ikhwan Al-Muslimun). Bahkan banyak kekuatan berusaha membunuh
Imam Hasan Al-Banna dengan tujuan dan alasan yang berbeda-beda. Sebagian mereka
beralasan membunuh Imam Al-Banna, karena rasa iri dan dengan kepemimpinan
beliau dan kekuatan jama’ahnya. Namun alasan utama dari berbagai upaya
pembunuhan yang dilakukan terhadap beliau adalah kebencian terhadap islam dan
pemeluknya dan karena jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun menjadi tembok penghalang
terhadap rencana-rencana dan kerakusan mereka.
Kita kembali ke topik pembahasan
yaitu kenapa saya mengidolakan sosok Imam Syahid Hasan Al-Banna? Dari
penjalasan di atas antum dapat simpulkan sendiri kenapa saya mengidolakan
beliau, jika antum telah membaca sejarahnya dan mulai mengidolakannya, saya
yakin alasan kita sama. Jika beda dan antum tidak suka, berarti kita melihat
dari sudut pandang yang berbeda, karena beliau juga manusia biasa, juga pernah melakukan kesalahan.

Komentar
Posting Komentar